MalangSatu – Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2021 tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Brawijaya tanggal 18 Oktober 2021 yang ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo, Universitas Brawijaya (UB) yang berdiri sejak tanggal 5 Januari 1963 telah resmi berubah status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, nantinya UB memiliki organ yang disebut Majelis Wali Amanat (MWA) yang bertugas menyusun, merumuskan dan menetapkan kebijakan, memberikan pertimbangan pelaksanaan kebijakan umum serta melaksanakan pengawasan dibidang non akademik.
Majelis Wali Amanat memiliki perangkat yang disebut Komite Audit yang secara independen berfungsi melakukan evaluasi hasil audit internal dan eksternal atas penyelenggaraan UB untuk dan atas nama MWA. Sedangkan Rektor merupakan organ UB yang memimpin penyelenggaraan dan pengelolaan UB.
Organ lain yang harus ada dalam PTNBH UB adalah Senat Akademik Universitas (SAU) yang bertugas menyusun, merumuskan, menetapkan kebijakan, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan di bidang akademik.
Majelis Wali Amanat terdiri dari berbagai unsur yang beranggotakan 17 orang yaitu: Menteri, Rektor, Ketua SAU, Wakil dari tokoh masyarakat (3 orang), Wakil dari alumni UB (1 orang), Wakil dari anggota SAU bergelar Profesor selain ketua SAU (7 orang), Wakil dosen UB yang bukan anggota SAU bergelar non Profesor (1 orang), Wakil dari tenaga kependidikan (1 orang) dan wakil mahasiswa (1 orang).
Sebelum menjadi PTN Badan Hukum, UB berstatus PTN Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan SK Menteri Keuangan Nomor 361/KMK.05/2008 tanggal 17 Desember 2008 yang memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, seperti penerimaan non pajak dapat dikelola sendiri dan wajib melaporkan ke negara.
Dalam keterangan pers secara virtual, Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani AR., MS. menyampaikan proses Universitas Brawijaya menjadi PTN BH tersebut sudah diajukan pada bulan Desember 2018 dan melewati proses yang cukup panjang.
“Dengan penetapan Universitas Brawijaya sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum maka Universitas Brawijaya ini dianggap sudah menjadi Universitas yang sudah dewasa. Jika Satuan Kerja (satker) maka masih tergantung Pemerintah 100 persen, sementara jika sudah menjadi PTN Badan Layanan Umum (BLU) ada kewenangan sendiri tapi juga masih tergantung kepada pemerintah, sementara jika sudah menjadi PTN BH maka diberi otonomi penuh dan mandiri,” ungkap Rektor Universitas Brawijaya.
Nuhfil Hanani dalam pernyataannya menyampaikan ucapan terimakasih kepada para pendahulu UB termasuk para Rektor UB sebelum dirinya memimpin UB.
“Terimakasih kepada para Rektor UB sebelumnya dan juga tim penyiapan PTN BH ini, saya ini seperti tendangan pinalti yang tinggal menendang dan berhasil menjadikan UB sebagai PTN BH dari semua proses yang telah dijalankan sebelum-sebelumnya. Terimakasih kepada semua pihak,” ungkap Nuhfil Hanani.
Saat ditanya terkait dengan perubahan-perubahan yang akan terjadi setelah UB resi menjadi PTN BH, Nuhfil menyampaikan status PTN BH Universitas Brawijaya tersebut tidak ada hubungannya dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) serta komersialisasi pendidikan.
“Dengan perubahan status PTN BH ini maka Universitas Brawijaya diberi kewenangan lebih untuk mencari uang misalkan saja dengan mendirikan perusahaan untuk mendapatkan pemasukan dana. Dengan penetapan status PTN BH ini, UB sebenarnya telah siap mengingat rencana strategis (resntra) yang telah kita susun tersebut juga sudah sebagai PTN BH,” ungkap Rektor UB.
Selain memiliki keleluasaan untuk melakukan penggalian dana sebagai sumber operasional kampusnya, Universitas Brawijaya juga akan mendapatkan kebebasan untuk membuka program studi (prodi) baru nantinya.
“UB ini adalah Perguruan Tinggi yang paling diminati yang membuat rasionya sangat tinggi. Kita memang diberi keleluasaan untuk membuka program studi baru namun harus diingat pembukaan prodi itu juga harus tetap diakreditasi oleh lembaga akreditasi nasional dan internasional. Jika kita akan membuka prodi baru maka akan dibuka prodi yang akan dipergunakan di masa depan misalkan ekonomi digital dan akan membuka sub spesialis. Prodi yang akan dibuka adalah yang dibutuhkan masyarakat,” tutup Nuhfil Hanani.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Brawijaya, Prof. Drs. Gugus Irianto , MSA., Ph.D., Ak. Menyampaikan PTN BH tidak selalu identik dengan komersialisasi pendidikan.
“Hal ini disebabkan karena ada prinsip nirlaba yang juga harus diterapkan di Universitas Brawijaya sebagai PTN BH. Semoga dengan status UB sebagai PTN BH ke 14 di Indonesia ini akan dapat semakin membantu mahasiswa UB,” pungkas Wakil Rektor II Universitas Brawijaya. (Red)